Tampilkan postingan dengan label Cerita Pendek. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Cerita Pendek. Tampilkan semua postingan

Minggu, 19 Februari 2017

Handi, Sang Juragan Beras

Handi hanyalah seorang pemuda dari desa, dia tidak terlahir dari keluarga berada. Pada masa remajanya handi membantu keuangan keluarganya dengan menjadi petani yang menjaga sawah milik keluarga kaya yang ada di desanya. Di masa senggangnya di kala tidak berkerja, Handi banyak bergaul dengan pemuda kampungnya. Dia termasuk supel dalam pergaulan sehingga temannya merasa segan kepadanya.
Walaupun miskin, Handi termasuk pemuda yang setia kawan tinggi pada temannya. Dermawan suka membantu meringankan pekerjaan tetangganya.  Dalam hal kerja pun dia sangat royal kepada majikannya, dia termasuk yang rajin.  Di desanya, Handi teramat  dihormatin karena sifatnya yang kebanyakan positif di mata penduduk, walau pun dia miskin adanya.
Handi hanyalah tamatan SMP di desa terpencil. Walau begitu dia tetap semangat untuk meningkatkan taraf hidup keluarganya yang miskin semampu dia.  Dia tidak berkecil hati, dia ingat pesan gurunya waktu di sekolah, kalau dia terlahir miskin itu bukan salah dia, tetapi kalau terlahir masih miskin baru itu kesalahan dia.  Handi memegang kata-kata gurunya yang selalu ia ingat sebagai falsafah hidupnya.  Walaupun ia bingung harus bagaimana membuat keluarganya keluar dari kemiskinin, tapi pesan gurunya menjadikan diri Handi untuk selalu berjiwa besar.
Pada suatu musim panen, Handi berbincang-bincang dengan supir dari kota yang akan membawa padi ke pasar di kota. Dari obrolan dengan si Supir, Hamdi jadi tahu tentang kota dan timbul keinginannya untuk mengadu nasib di kota. Dan ia pun bertekad musim panen depan ia akan pergi ke kota numpang bersama padi hasil panen yang dibawa ke kota.
Singkat cerita musim panen padi berikutnya sudah tiba, sesuai rencana Hamdi pergi ke kota setelah pamit kepada orang tua dan keluarga besarnya juga kepada teman-temannya dan warga desa tempat ia dibesarkan. Dan ia pun berjanji kepada temannya akan mengajak ke kota jika ia berhasil.
Di kota ia dikenalkan kepada pedagang beras besar oleh si Supir, maka handi mendapat pekerjaan pertamanya sebagai pemanggul beras di pasar kota. Handi bercita-cita jadi orang sukses walau dari bawah karena itu ia berusaha jujur dan bekerja keras sebagai buruh yang kerja pada majikannya.
Handi hanyalah anak lulusan SMP, tetapi Handi pintar bergaul dan banyak belajar kepada teman barunya yang sudah lama bekerja. Hal ini berbuah beberapa tahun kemudian, Handi naik jabatan dan ia bisa di percaya jadi mandor di salah satu penyimpanan beras oleh majikannya. Ia pun menepati janjinya, setelah naik jabatan ia pun mengajak teman-temannya bekerja.
Kini setelah menjadi mandor, Handi mempunyai beberapa anak buah yang menangani berbagai macam tugas. Mulai dari penjaga gudang, supir dan sebagainya. Bosnya Hamdi ini termasuk bandar beras yang besar, beliau memiliki stok beras dimana-mana, tidak hanya di kota itu tetapi juga di kota lainnya. Bos Handi itu ibarat kaisar beras, dan Handi adalah raja bawahan yang memegang satu gudang beras.
Karena sudah memasuki usia tua dan putranya banyak yang jadi pekerja di kantoran, Bosnya Handi bermaksud mencari orang kepercayaan untuk mengurus bisnis berasnya yang hampir tersebar di 5 provinsi. Maka pak Bos memutuskan memberi kepercayaan kepada Harun keponakannya, dan Handi disuruh membantu Mas Harun mengurusi semua gudang berasnya yang tersebar.
Harun adalah lulusan sarjana pertanian, sehingga dalam urusan beras ia mahir mulai dari hulu sampai hilir, dan juga ia juga lulusan S2 manajemen sekolah terkenal di kotanya. Sehingga pamannya ini mempercayakan kepada Harun, akan tetapi sang Bos masih riskan karena Harun hanyalah sarjana yang masih percaya kepada teori-teori yang ia dapatkan. Karena itu sang Bos juga memilikirkan akan lebih baik didampingi oleh orang lapangan yang tahu betul masalah distribusi beras dari a sampai z maka pilihannya sama Handi.
Akhirnya Harun dan Handi berduet mengurusi bisnis beras milik paman Harun ini. Dalam berbisnis keduanya saling membantu saling mengisi kekosongan, dimana Harun penuh konsep dan Handi penuh dengan pengalaman. Tapi dalam perjalanan Harun lebih mendominasi keputusan karena merasa ia adalah sarjana dan kerabat pamannya.
Dalam menjalankan kepemimpinannya sebagai wakil, Handi pun mempunyai banyak anak buah yang terdiri dari mandor-mandor gudang yang ada di mana-mana. Dalam bisnis beras yang lagi dijalankan Harun duet Handi para mandor bertanggungjawab betul atas kelangsungan hidup gudang yang dipegangnya. Setiap mandor mengurusi semuanya mulai dari mencari stok pangan, ngambil hasil panen, menyimpan di keutuhan beras di gudang sampai distribusi ke pasar.
Karena Handi lebih banyak keliling memonitor gudang maka ia makin matang bisnisnya dalam distribusi beras. Sementara Harun lebih mengurusi diplomasi ngurusin beras untuk export import atau menikmatin duitnya hasil usaha beras. Sehingga urusan gudang banyak diserahkan ke Handi.
Duet antara Harun dan Hamdi membuat bisnis beras paman Harun semakin maju. Keduanya mempunyai pandangan yang berbeda, kalau Handi dalam hal ini memandang akibat sistem jaringan distribusinya yang stabil, sedang Harun lebih percaya karena dekatnya dengan pejabat setempat.
Puncak cerita, Handi bersiteru dengan Harun dan mereka mengusulkan bisnis berasnya di bagi 2 wilayah kepada ahli warisnya karena sang paman sudah meninggal. Untuk Harun bagian barat yang lebih dekat ke kota dan pelabuhan, dan untuk Handi yang lebih dekat ke pusat pertanian. Lama kelamaan Harun dan Handi memimpin bisnisnya secara terpisah, Handi masih melibatkan keluarga ahli waris, dan Harun sudah merasa itu menjadi usahanya yang diurus selama ini.
Jaringan beras milik Handi dan Harun akhirnya menjadi pemain besar yang memonopoli di negeri ini. Akhirnya yang namanya bisnis kalau sudah merasa besar tentu ingin lebih besar dan tujuan akhirnya aadalah monopoli dan kekuasaan. Sekarang perusahaan yang dipegang Harun sudah begitu bonafid, sampai-sampai kekayaan mandornya melebihi kekayaan bupati di kotanya. Di perusahaan yang di pegang Handi, Handi banyak merekrut mandor baru untuk memajukan bisnisnya, juga menerima dari pihak keluarga pemilik lama. Handi orangnya lebih terbuka, demi kemajuan bisnisnya ia tidak pandang bulu. Buahnya ia memiliki mandor berkualitas walaupun tidak seluruhnya. Dan ia juga menerima bekas mandor yang pernah kerja pada Harun untuk berkarya di tempatnya.
Pada akhirnya, bisnis beras yang Harun pimpin bangkrut. Karena di balik layar jaringan beras yang ada di seluruh negeri sudah di kuasai Handi. Dalam berbisnis Handi memelihara hubungan dengan kerabat bekas pemilik dan memanfaatkan bekas mandor Harun untuk menyedot pembeli dan petani, serta mendekati penjabat.
Hingga pada akhirnya di seluruh negeri jaringan beras dapat dipegang Handi. Dari pengalamannya Handi tahu betul, bisnis adalah bisnis maka Handi mengganti mandor-mandornya dengan yang baru. Menurunkan jabatan mandor bekas anak buah Harun untuk menjauhkan bisnis dari turut campur pejabat. Hingga akhirnya bisnis beras yang dijalankan Handi adalah bisnis yang stabil sistemnya tanpa adanya pemicu dan lain-lain.
Akhir cerita, Handi menjadi juragan beras paling besar di pelosok negeri, sampai akhir hidupnya hasil dari usaha berasnya bisa mencukupi anak cucunya tujuh turunan.
Harun dan mandor-mandornya adalah para manajer ibarat jenderal perang kaya dengan keahlian. Handi cuman lulusan SMP, ia tidak begitu ahli tetapi berstrategi bagaimana untuk menang dan banyak belajar pengalaman dari lapangan dan selama memimpin bawahannya. Itulah kisah Handi ahli strategi dari desa sunyi penuh bintang,

Kisah Anak Kecil dan Pengusaha

“Ketika seorang pengusaha sedang memotong rambutnya pada tukang cukur yang letaknya tidak jauh dari kantornya. Mereka melihat ada seorang anak kecil berlari-lari dan melompat-lompat di depan mereka.
Tukang cukur berkata,”Itu Budi, dia anak paling bodoh di dunia.”
Pengusaha itu kemudian bertanya,”Apa iya?”
Tukang cukur dengan bersemangat,”Mari…saya buktikan!”
Lalu, dia memanggil si Budi, tukang cukur itu merogoh kantongnya dan mengeluarkan lembaran uang Rp. 1000 dan uang logam Rp. 500 lalu ia memanggil Budi dan berkata,”Budi, kamu boleh pilih dan ambil salah satu uang ini, terserah kamu mau pilih yang mana, ayo nih!”
Budi pun melihat ke tangan tukang cukur yang membawa dua uang Rp. 1000 dan Rp. 500, lalu dengan cepat tangannya bergerak mengambil koin uang Rp. 500.
Tukang cukur dengan perasaan benar dan menang lalu berbalik kepada sang pengusaha dan berkata,”Benar kan yang saya katakan tadi, Budi itu memang anak terbodoh yang pernah saya temui. Sudah tak terhitung berapa kali saya lakukan tes seperti itu tadi dan ia selalu mengambil uang logam yang nilainya paling kecil.”
Setelah sang pengusaha selesai dipotong rambutnya, di tengah perjalanan pulang dia bertemu dengan Budi. Karena merasa penasaran dengan apa yang dilihat sebelumnya, dia pun memanggil Budi lalu bertanya,”Budi, tadi sewaktu tukang cukur menawarkan uang lembaran Rp. 1000 dan uang logam Rp. 500, saya lihat kok yang kamu ambil uang Rp. 500. Kenapa tidak ambil yang Rp.1000? Nilainya kan lebih besar dan dua kali lipat yang Rp. 500?”
Si Budi kemudian melihat dan memandang wajah sang pengusaha, ia agak ragu-ragu untuk mengatakannya. “Ayo beri tahu saya, kenapa kamu ambil yang Rp.500?” tanya sang pengusaha. Akhirnya Si Budi menjawab,”Kalau saya ambil yang Rp.1000, berarti permainannya selesai….”.

Ali Mimpi Jadi Bupati

Cerita ini bermula dari kostan di pinggiran jalan kecil di Kota Jakarta, kostannya Ali. Ia terkantuk-kantuk setelah makan kenyang tadi sore di warung langganannya, warung nasi padang setengah masakan jawa. Wajar kalau nama warung padang itu namanya rumah makan “Pandawa”, rumah makan padang campur jawa. Kadang ada masakan manadonya di hari libur,  “Cocoklah.. Pandawa Lima”, gerutu si Ali. Kata pelayanannya yang cewek manado yang cantik (namanya ningsih seingat Ali) katanya sih karena sebagian tukang masaknya libur makanya ia bantu masak seadaanya. “Oh pantes..” pikir Ali. Biasanya menjelang tidur Ningsih ini suka jadi topik lamunan Ali. Makanya kalau makan sabtu minggu di rumah makan “Pandawa” gak bakal kelewat sama Ali.
Kostan Ali di lantai dua, sengaja ia pilih karena strategis untuk beristirahat apalagi untuk tidur panjang di hari libur. Banyak pohon rindang di sekitar kamar dia, kadang-kadang canda burung pacaran di malam hari membuat suasana makin nyaman kamarnya. Kalau sore apalagi malam suasana kamarnya terasa nyaman. Angin malam dari pepohonan kadang membuai membikin serasa di pantai, jadi ngantuk. Jarang sekali ia mengajak temannya main ke kostannya, karena baginya kamar kostnya adalah privasi baginya. Baginya kamar kostnya adalah tempat untuk nyenangin diri dan untuk pergi sementara dari keramaian kota, alias tidur panjang!.
Malam itu Ali tertidur pulas, sampai-sampai ia lupa mengunci kamar kostan.
“Pak ada tamu…pak…”, panggil Ningsih.
“Iya bentar, suruh duduk aja dahulu ” jawab Ali dari dalam kamar.
Setelah mandi Ali menemui tamunya di ruang tamu.
“Oh pak Kadis, dikira siapa… ” kata Ali.
“Iya Pak Bupati, maaf sudah mengganggu”, kemudian tamu itu menjelaskan kepada Ali tentang maksud kedatangannya. Kemudian secara detail menyampaikan detail isu dan berita daerahnya kepada Ali. Ali mendengarkan penjelasan para tamu, kadang menyela menanyakan kalau merasa tidak paham. Dua jam kemudian para tamu pamit, dan Ali sepakat sama para tamu akan mengadakan rapat serta mengajak tim lain sebagai tindak lanjut dari obrolan mereka hari itu.
Ali baru menjabat setahun sebagai bupati di salah satu kabupaten kalimantan. Ia maju sebagai bupati melalui jalur independen, emang dia sebelumnya terkenal sebagai juragan tambang makanya pede raden mas Ali maju sebagai calon bupati. Ia pun menang telak dalam pemilihan tempo lalu. Dari 3 calon, Ali mendapatkan 98% suara dan masing-masing lawannya kebagian 1% saja. Ya mungkin itu kebaikan yang Maha Kuasa dari pada nol kan pasti bikin malu.  Ali menikah dengan Ningsih 14 tahun yang lalu dan dikaruniai tiga anak, 2 anak perempuan dan 1 anak laki-laki. Si sulung yang anak laki-laki baru kelas 1 SMP sedang yang perempuan masih duduk di bangku SD. Bagi Ali, Ningsih adalah segalanya. Ali bangga terhadap Ningsih yang pandai mengurus dan membesarkan ketiga anaknya. Padahal Ningsih seorang sarjana hukum salah satu perguruan tinggi di Medan. Tapi demi baktinya pada suami Ningsih SH mengabdi di rumah mengurus segala urusan rumah tangga dan anak-anaknya.
Kabupaten yang Ali pimpin bukan kabupaten yang maju. Penduduknya pun masih dibawah 1 juta jiwa, padahal luasnya termasuk lumayan. Tapi sumberdaya alamnya yang berpotensi untuk dikembangkan. Posisinya yang di tepi pantai, banyak perkebunan sawit serta kaya akan bahan tambang. Kabupatennya merupakan satelit bagi kota kota rame yang ada di sekitarnya. Ada beberapa kota yang sudah maju, pejabat di kota kota itu pun memandang kabupaten yang Ali bawahi layaknya sebuah dusun, dusun udik yang pantasnya sebagai tempat jin laut buang anak.
Saat ini banyak sekali berdatangan tamu dari Jakarta, pada intinya mereka menawarkan solusi. Tetapi Ali bukannya tidak tahu, ia pun berpikiran harus pintar-pintar menerima tawaran jangan sampai yang tadinya sebuah solusi yang ditawarkan malah menjadi beban daerahnya.
Tiga tahun berlalu, kabupaten yang Ali pimpin sudah demikian banyak perubahan. Malah sekarang statusnya menjadi kota. Kota tetangganya yang dulu rame sekarang kalah ramai sama kota yang Ali pimpin. Di tahun yang sama Ali mendapat penghargaan dari pemerintah pusat sebagai Walikota teladan yang telah memajukan daerahnya.
Sebut saja kota yang Ali pimpin adalah Kota Ali. Penduduknya pun melonjak dari dulu yang gak sampai satu juta sekarang sudah mencapai 4 juta jiwa. Hal ini karena terjadi karena banyak penduduk dari kota lama di sekitarnya menjadi warganya. Karena wajarlah hal itu di mana pun, kota yang nyaman bersih aman dan sehat selalu menjadi idaman warganya.
Tentang penduduknya sebagian besar adalah produktif, hampir dapat dikatakan tidak ada pengangguran di Kota Ali. Bahkan banyak penduduk asing yang diam sementara di Kota Ali. Sekarang Kota Ali sudah menjadi “Silicon Valley” negeri ini. Juga sebagai kota bisnis, di pulau ini, semua urusan bisnis pasti berkumpul di Kota Ali. Pejabat yang dulu mencibir Ali, sekarang sakit mendadak kalau ketemu Ali. Jangankan ketemu, mendengar nama Ali saja mereka keringatan panas dingin.
Kenyaman ini dirasakan salah satunya oleh Ningsih. Sekarang ia bisa memonitor ketiga anaknya baik di sekolah atau di tempat lainnya. Ibu Ningsih tanpa usah basa basi bisa mengetahui aktivitas anaknya di sekolah lewat TV atau smartphone. Setiap gerik anaknya ia tahu. Di sekolah misalnya, ia akan tahu jam berapa anaknya masuk kelas, materi apa yang diajarkan gurunya, lalu bisa tahu juga prestasi si anak per hari per minggu. Sehingga Bu Ningsih dan warga yang lainnya bisa mengantisipasi prestasi anaknya.
Dalam kegiatan sehari-hari yang lainnya juga begitu. Dalam urusan masak misalnya, Bu Ningsih tidak usah repot-repot ke pasar. Sekarang Bu Ningsih tinggal klik ponselnya, dalam hitungan menit makanan yang iya pesan pasti udah siap saji. Urusan sampah jadi terminimalkan, karena tidak seperti jaman dulu (jaman batu) untuk memasak satu dua piring saja pasti banyak aja sampahnya.
Kalau anaknya sakit, Bu Ningsih tinggal pijit ponselnya, gak lama pasti akan datang kiriman obat. Untuk pembayarannya banyak pilihan, bisa pake cash, internet banking atau uang digital. Oh ya di Kota Ali ini, diterapkan uang digital untuk alat pembayaran dan hanya berlaku di Kota Ali saja. Jika ada warga yang mau pergi atau ada pendatang bisa menukarnya dengan uang rupiah yang berlaku atau uang luar negeri.
Kota Ali emang sudah mencapai taraf kota yang sehat, atau orang bule menyebutnya smartcity. Bisa dibilang gak ada orang jahat di Kota Ali, memang nyaris tidak ada penggangguran. Kalau pun ada hanyalah nenek-nenek atau kakek-kakek yang sudah usia expire, dan Ali ingat pesan Firman Tuhan kalau yang sudah lanjut tidak boleh bekerja. Makanya ia sediakan panti jompo yang kualitasnya lebih bagus dari hotel bintang lima manapun. Malah kalau ada yang nganggur pun di jamin sama kas Kota Ali, makanya gak ada orang jahat yang minta-minat duit.
Dari sisi komunikasi memang seluruh kota bisa terkontrol, di setiap sudut di pasangin menara komunikasi. Gak perlu satelit untuk setingkat Kota Ali, cukup tower yang tingginya 40m sp 10 meteran. Aktivitas seluruh penduduk Kota Ali nyaris 99% terkontrol dengan alat komunikasi yang ada. Dengan alat ini di Kota Ali selama berada di wilayah jangkauan pake pulsa adalah gratis, malah yang banyak sekali makenya bakal dapat bonus.
Dari sisi pemetaan atau informasi geospasial, di Kota Ali petanya sudah menggunakan skala 1:500 tidak seperti di kebanyakan kota lain yang masih skala 1:1000. Kerennya lagi, datanya selalu update perhari.
Itu semua dari kepintaran Ali, yang dulunya seorang bupati idealis, ambisius, inovatif dan jujur yang utama. Di era Ali ini departemen pun gak sebanyak dulu. Sebagai contoh, departemen kebersihan sudah dgabung ke departemen pekerjaan umum. Karena di Kota Ali sampahnya sangat terkendali secara otomatis tugas departemen semakin tipis.
Begitu sedikit contoh yang tentang Kota Ali, yang sudah meraih dan mengimplementasikan kota sehat dan sekaligus kota pintar. Smartcity kalau kata orang pusat, Ali gak mau pusing dengan semua istilah itu tapi Ali cukup menyebutnya dengan Kota Ali.
“Tok.. tok.. tok… misiii… “, tiba tiba ada mengetuk kamar Ali. Dan Ali terbangun dari mimpi panjangnya, ia kaget dan baru ingat kalau pagi itu ada presentasi beauty contess proyek smartcity.

by. Erdi
( http://bukabapak.com )

Tentang Ali

Ali hanyalah seorang pemuda desa. Ya itulah Ali, ia terlahir dari keluarga biasa aja. Di desanya, orang tua Ali bisa dibilang tidak kaya atau pun tidak miskin dan wajarlah disebut biasa-biasa aja. Ali pintar bergaul, ia orangnya luwes dan supel so makanya bisa bergaul dengan orang dari segala umur. Mulai dari dari orok sampai kakek-kakek pasti mengenal Ali, karena Ali ramah kepada mereka semua. Walaupun dari keluarga yang biasa biasa saja mereka memanggilnya “Den Ali”, padahal di rumahnya emak sama bapaknya manggil “Si Ali”. Ali mempunyai adik yang masih kecil namanya Aleuy. Dulu bapaknya ngasih nama adiknya Ali ini terinspirasi sama daerah kelahirannya yaitu Citeureup, makanya pake kata “eu” sunda pisan kata Si Ali.
Emak si Ali buka warung nasi di pinggir jalan desa, yang deket dengan lingkungan pasar desa. Emaknya si Ali emang jago memasak, makanya tiap hari warungnya mak Ali selalu rame dikunjungin pembeli. Mulai dari tukang ojek sampai para sopir jadi langganan warung mak Ali. Karena tiap hari warung nasinya selalu rame, Mak Ali dibantu sama saudara-saudaranya.
Balik ke cerita Ali, ia bersekolah sampai SMP saja yang ada deket desanya. Di sekolahnya Ali begitu populer, bukan karena kepintaran atau karena kegantengannya. Tetapi Ali populer karena sering bolos, alasannya sering telat bangun karena bantuin emaknya nyiapin masakan buat di warung.
Bolosnya Ali ada hikmahnya buat ia. Ia jadi jago masak kaya ibunya. Semua jenis sayuran atau ikan akan menjadi enak di tangan ali. Tetangganya suka minta bantuan Ali jika ada kenduri, karena penduduk kampung percaya rumput pun di tangan Ali bisa jadi serasa salad,  “kaya tahu Salad aja orang kampung”.
Tiga tahun berlalu, di umurnya yang sudah dua puluh lima tahun si Ali bosan tinggal di kampung. Ia pergi ke kota, ikut pamannya yang buka warnas (warung nasi) deket pasar. Di kota Ali jadi asisten pamannya, jadi koki warnas pamannya. Sampai 5 tahun berlalu, ali bertambah mahir dalam masak memasak.
Suatu ketika istri pamannya pulang ke kampungnya yang di sumatera sana. Pamannya harus ikut sama istrinya, dan terpaksa warnasnya sama si paman dijual ke orang lain.
Kini Ali jadi pengangguran. Tabungannya selama bekerja di warnas pamannya ia gunakan untuk bertahan hidup di kota. Hari demi hari tabungannya kepakai keperluan sehari-hari. Ia mencoba melamar jadi koki ke beberapa tempat, mulai dari warteg sampai restoran di seantero kota. Tapi emang sudah nasib buat Ali, tak satu pun lamarannya yang bersambut. Walaupun ia master dalam urusan memasak, mulai dari desain resep, develop masakan sampai menyajikan makanan.
Makin hari pikiran Ali makin berputar, ia terus berpikir bagaimana caranya bertahan hidup di kota. Sampai akhirnya ia terinspirasi untuk buka warung, tetapi minim modal. Akhirnya ia bikin iklan di OLX, mencari partner yang mau kerjasama buka warung. Kalau ada tetangga kotanya yang nanyain OLX dan selalu bilang OL nya itu artinya OnLine dan X nya itu ka Ali, begitu Kata si Ali percaya diri.
“Dengan mas Ali yang mau buka warung nasi? … Saya Jono … ” Suatu hari ada SMS masuk. Sampai akhirnya mereka sepakat untuk ketemu ngobrolin rencana buka warung nasi. Dan dalam pertemuan dengan Pak Jono, Ali mempresentansikan rencana buka warung nasinya depan Pak Jono layaknya presenter ulung. Pak Jono (karena lebih tua dari Ali), begitu Ali memanggil atau menyapa beliau adalah penduduk asli kota. Ia seorang insinyur, yang kebetulan lagi cuti dan ingin mencoba berbisnis kuliner. Dan akhirnya mereka sepakat memulai usaha warung nasi karena menurut perkiraan mereka akan menguntungkan.
Duet Jono dan Ali dirasa sangat ampuh, karena Ali seorang koki mumpuni dan Pak Jono seorang teknokrat dan sekaligus bisnismen yang tentu mempunyai otak birilian (begitu pikir Ali). Tapi yang terpenting buat si Ali, uangnya Pak Jono saat itu yang ia perlu, kedepan kalau udah maju gimana nanti pikir Ali. Dan ia pun berpikiran kehebatannya memasak adalah aset buat partnernya. Lain di pikiran Pak Jono, ia berangan-angan bisa jadi bisnismen kuliner kelas satu dengan kehebatan Ali.
Untuk tahap pertama Ali sangat serius memulai action-nya. Ia membuat masakan andalannya untuk dibagikan ke family dan tetangga Pak Jono. Hanya dua jenis masakan aja ia buat, lodeh tabur ayam sama balado jengkol campur rempah hutan alas roban dan itu aja. Bu Marlyne istrinya Pak Jono yang cantik layaknya bidadari sangat mengagumi masakan si Ali. Begitu juga tetangganya Bu Mariam, mengacungkan lima jempol atas kiriman pak Jono (mewakili jempol suami dan tiga anaknya). Tak lupa Pak Jono mengirim masakan testernya ke pak RT yang kebetulan ada acara rapat er-te-an.
Di sela sela rapat pak RT sempat memuji dan membahas makanan kiriman pak Jono. Pak RT dan warga yang lain sempat bercanda semoga lain kali dapat lagi kiriman makanan dewa itu. Mereka bercanda tentang sebutan makanan dewa, karena mereka pikir hanya dewa masak yang bisa membuat makanan senikmat itu. Dengan hadirnya masakan Ali suasana rapat RT serasa di baseban agung Astina pura, pandangan mata jadi begitu bersih melihat suasana rumah pak RT serasa memandang pendopo yang megah tempat berkumpulnya para petinggi kerajaan. Ini semua berkat makanan Ali. Beberapa hari kemudian ada tetangganya ngasih cerita kalau setelah makan itu makanan dewa anaknya mendadak sembuh.
Hasil tester yang ia sebar, Pak Jono ambil kesimpulan kalau bisnis kulinernya bakal sangat cemerlang. Banyak acungan jempol dari tetangganya, malah ada tetangga jauhnya yang gak bisa tidur mikirin makanan pak Jono yang lagi jadi isue warga. Lain dengan istrinya pak Jono, sampai kebawa mimpi masakan si Ali.
Dan Pak Jono pun ikut kebawa mimpi, dalam mimpinya ia sudah menjadi pengusaha kuliner nomor satu di negeri ini. Dan ia pun tahu, masih ingat saja kata-kata dosennya di acara wisudanya tempo dulu kalau mimpi sendirian adalah tetap mimpi tapi kalau mimpi bersama sama adalah kenyataan. Dan kenyataannya pak Jono baru akan memulai usaha warungnya.
Pak Jono orangnya pinter, ia pandai berimajinasi. Di kerjaan sebelumnya ia adalah jago membuat barang kreasi. Ia juga marketing hebat, tapi kini dia coba bertarung di dunia yang lain. Dan ia mau coba menjajal kehebatannya di masa lalu di dunia barunya. Jangankan rekannya, saingannya memuji kehebatan sang Jono superstar kota.
Pertama buka warung di pinggir kali dekat perumahan elit. Ia dan Ali berpikiran semua warga elit itu akan makan atau beli bungkus dari warungnya. Ia dapat tempat itu setelah muterin kota sampai akhir dapat tempat itu karena kecapaian. Dari sisi teknis memang tempatnya strategis, gak bakal kekurangan air dan buang sampah pun tinggal klik ke kali.
Berjalannya waktu, warung pak Jono dan Ali punya langganan tetap. Tetapi ya itu itu aja, mereka yang sudah pernah merasakan makanan dewa ciptaan Ali yang jadi langganan. Jika pun ada pesanan sampai ratusan bungkus, itu pun masih dari jaringannya pak Jono atau Ali.
Beberapa bulan kemudian setelah analisis dan kompilasi hasil penjualan, pak Jono buka warung lagi. Sekarang lebih modern, ia buka warung di depan kantor Walikota, tempatnya rame tetapi banyak saingan. Pemain besar dan lama sudah banyak berdiri disitu, warung nasi baru pak Jono tidak lebih besar dari parkiran mereka.
Akhirnya pak Jono punya dua warung, dan Ali adalah yang bertanggungjawab sebagai lapangannya. Dia merekrut beberapa asisten untuk membantu Ali. Di tempat baru polanya sama, orang yang pernah merasakan masakan Ali yang jadi langganan. Mereka kadang bertanya, itu masakan dari mana kok enak rasanya. Hari demi hari warung berjalan begitu aja, seperti kata pepatah hidup segan matipun enggan. Dan makin hari Ali keliatan sudah tidak semangat malah jadi ngatur seolah dia ahli strategi.
Sampai akhirnya Pak Jono berpikir, ternyata aset yang besar tidak ada artinya jika hanya dipendam. Dan ia pun berpikir pemasaran adalah nomor satu di usaha apapun. Dan benar kata kata yang seperti dalam film cina yang ia sukai, gak boleh ada dua jenderal dalam satu pasukan. Pikir dia capek juga bikin sistem baru ini. Akhirnya dia bangun dan mimpi jadi pengusaha kulinernya terhenti seketika. Dia masih berangan-angan suatu saat nanti mencoba lagi dengan menguatkan sistem yang ia bangun di usaha warung nasinya itu. Sistem yang masih banyak kurangnya dan sambil jalan ia akan belajar yang kurangnya. Pak Jono merasa ia masih punya PR besar yang belum selesai di bidang perlaukan dan pernasian.
Warung nasi pak Jono yang sempet tenar di perdebatan para dewa langit akhirnya tutup. Warung nasi yang sempat diberi nama Warung Makan Para Dewa. Walau sempet membuat geger dan panas dingin saingan pemain besar. Hal ini berkat kehebatan si Ali dan keberanian pak Jono.
Dan pak Jono pun kembali ke dunianya, dunia sebelumnya jadi insinyur kembali yang sempat beku setahun. Ali sang jenderal dapur pak Jono ilang begitu saja, entah kemana. Mungkin dia menghilang karena malu karena proyeknya gagal. Pak Jono pun gak ambil pusing mikirin hilangnya Ali.

by Erdi