Ali hanyalah seorang pemuda desa. Ya itulah Ali, ia terlahir dari keluarga biasa aja. Di desanya, orang tua Ali bisa dibilang tidak kaya atau pun tidak miskin dan wajarlah disebut biasa-biasa aja. Ali pintar bergaul, ia orangnya luwes dan supel so makanya bisa bergaul dengan orang dari segala umur. Mulai dari dari orok sampai kakek-kakek pasti mengenal Ali, karena Ali ramah kepada mereka semua. Walaupun dari keluarga yang biasa biasa saja mereka memanggilnya “Den Ali”, padahal di rumahnya emak sama bapaknya manggil “Si Ali”. Ali mempunyai adik yang masih kecil namanya Aleuy. Dulu bapaknya ngasih nama adiknya Ali ini terinspirasi sama daerah kelahirannya yaitu Citeureup, makanya pake kata “eu” sunda pisan kata Si Ali.
Emak si Ali buka warung nasi di pinggir jalan desa, yang deket dengan lingkungan pasar desa. Emaknya si Ali emang jago memasak, makanya tiap hari warungnya mak Ali selalu rame dikunjungin pembeli. Mulai dari tukang ojek sampai para sopir jadi langganan warung mak Ali. Karena tiap hari warung nasinya selalu rame, Mak Ali dibantu sama saudara-saudaranya.
Balik ke cerita Ali, ia bersekolah sampai SMP saja yang ada deket desanya. Di sekolahnya Ali begitu populer, bukan karena kepintaran atau karena kegantengannya. Tetapi Ali populer karena sering bolos, alasannya sering telat bangun karena bantuin emaknya nyiapin masakan buat di warung.
Bolosnya Ali ada hikmahnya buat ia. Ia jadi jago masak kaya ibunya. Semua jenis sayuran atau ikan akan menjadi enak di tangan ali. Tetangganya suka minta bantuan Ali jika ada kenduri, karena penduduk kampung percaya rumput pun di tangan Ali bisa jadi serasa salad, “kaya tahu Salad aja orang kampung”.
Tiga tahun berlalu, di umurnya yang sudah dua puluh lima tahun si Ali bosan tinggal di kampung. Ia pergi ke kota, ikut pamannya yang buka warnas (warung nasi) deket pasar. Di kota Ali jadi asisten pamannya, jadi koki warnas pamannya. Sampai 5 tahun berlalu, ali bertambah mahir dalam masak memasak.
Suatu ketika istri pamannya pulang ke kampungnya yang di sumatera sana. Pamannya harus ikut sama istrinya, dan terpaksa warnasnya sama si paman dijual ke orang lain.
Kini Ali jadi pengangguran. Tabungannya selama bekerja di warnas pamannya ia gunakan untuk bertahan hidup di kota. Hari demi hari tabungannya kepakai keperluan sehari-hari. Ia mencoba melamar jadi koki ke beberapa tempat, mulai dari warteg sampai restoran di seantero kota. Tapi emang sudah nasib buat Ali, tak satu pun lamarannya yang bersambut. Walaupun ia master dalam urusan memasak, mulai dari desain resep, develop masakan sampai menyajikan makanan.
Makin hari pikiran Ali makin berputar, ia terus berpikir bagaimana caranya bertahan hidup di kota. Sampai akhirnya ia terinspirasi untuk buka warung, tetapi minim modal. Akhirnya ia bikin iklan di OLX, mencari partner yang mau kerjasama buka warung. Kalau ada tetangga kotanya yang nanyain OLX dan selalu bilang OL nya itu artinya OnLine dan X nya itu ka Ali, begitu Kata si Ali percaya diri.
“Dengan mas Ali yang mau buka warung nasi? … Saya Jono … ” Suatu hari ada SMS masuk. Sampai akhirnya mereka sepakat untuk ketemu ngobrolin rencana buka warung nasi. Dan dalam pertemuan dengan Pak Jono, Ali mempresentansikan rencana buka warung nasinya depan Pak Jono layaknya presenter ulung. Pak Jono (karena lebih tua dari Ali), begitu Ali memanggil atau menyapa beliau adalah penduduk asli kota. Ia seorang insinyur, yang kebetulan lagi cuti dan ingin mencoba berbisnis kuliner. Dan akhirnya mereka sepakat memulai usaha warung nasi karena menurut perkiraan mereka akan menguntungkan.
Duet Jono dan Ali dirasa sangat ampuh, karena Ali seorang koki mumpuni dan Pak Jono seorang teknokrat dan sekaligus bisnismen yang tentu mempunyai otak birilian (begitu pikir Ali). Tapi yang terpenting buat si Ali, uangnya Pak Jono saat itu yang ia perlu, kedepan kalau udah maju gimana nanti pikir Ali. Dan ia pun berpikiran kehebatannya memasak adalah aset buat partnernya. Lain di pikiran Pak Jono, ia berangan-angan bisa jadi bisnismen kuliner kelas satu dengan kehebatan Ali.
Untuk tahap pertama Ali sangat serius memulai action-nya. Ia membuat masakan andalannya untuk dibagikan ke family dan tetangga Pak Jono. Hanya dua jenis masakan aja ia buat, lodeh tabur ayam sama balado jengkol campur rempah hutan alas roban dan itu aja. Bu Marlyne istrinya Pak Jono yang cantik layaknya bidadari sangat mengagumi masakan si Ali. Begitu juga tetangganya Bu Mariam, mengacungkan lima jempol atas kiriman pak Jono (mewakili jempol suami dan tiga anaknya). Tak lupa Pak Jono mengirim masakan testernya ke pak RT yang kebetulan ada acara rapat er-te-an.
Di sela sela rapat pak RT sempat memuji dan membahas makanan kiriman pak Jono. Pak RT dan warga yang lain sempat bercanda semoga lain kali dapat lagi kiriman makanan dewa itu. Mereka bercanda tentang sebutan makanan dewa, karena mereka pikir hanya dewa masak yang bisa membuat makanan senikmat itu. Dengan hadirnya masakan Ali suasana rapat RT serasa di baseban agung Astina pura, pandangan mata jadi begitu bersih melihat suasana rumah pak RT serasa memandang pendopo yang megah tempat berkumpulnya para petinggi kerajaan. Ini semua berkat makanan Ali. Beberapa hari kemudian ada tetangganya ngasih cerita kalau setelah makan itu makanan dewa anaknya mendadak sembuh.
Hasil tester yang ia sebar, Pak Jono ambil kesimpulan kalau bisnis kulinernya bakal sangat cemerlang. Banyak acungan jempol dari tetangganya, malah ada tetangga jauhnya yang gak bisa tidur mikirin makanan pak Jono yang lagi jadi isue warga. Lain dengan istrinya pak Jono, sampai kebawa mimpi masakan si Ali.
Dan Pak Jono pun ikut kebawa mimpi, dalam mimpinya ia sudah menjadi pengusaha kuliner nomor satu di negeri ini. Dan ia pun tahu, masih ingat saja kata-kata dosennya di acara wisudanya tempo dulu kalau mimpi sendirian adalah tetap mimpi tapi kalau mimpi bersama sama adalah kenyataan. Dan kenyataannya pak Jono baru akan memulai usaha warungnya.
Pak Jono orangnya pinter, ia pandai berimajinasi. Di kerjaan sebelumnya ia adalah jago membuat barang kreasi. Ia juga marketing hebat, tapi kini dia coba bertarung di dunia yang lain. Dan ia mau coba menjajal kehebatannya di masa lalu di dunia barunya. Jangankan rekannya, saingannya memuji kehebatan sang Jono superstar kota.
Pertama buka warung di pinggir kali dekat perumahan elit. Ia dan Ali berpikiran semua warga elit itu akan makan atau beli bungkus dari warungnya. Ia dapat tempat itu setelah muterin kota sampai akhir dapat tempat itu karena kecapaian. Dari sisi teknis memang tempatnya strategis, gak bakal kekurangan air dan buang sampah pun tinggal klik ke kali.
Berjalannya waktu, warung pak Jono dan Ali punya langganan tetap. Tetapi ya itu itu aja, mereka yang sudah pernah merasakan makanan dewa ciptaan Ali yang jadi langganan. Jika pun ada pesanan sampai ratusan bungkus, itu pun masih dari jaringannya pak Jono atau Ali.
Beberapa bulan kemudian setelah analisis dan kompilasi hasil penjualan, pak Jono buka warung lagi. Sekarang lebih modern, ia buka warung di depan kantor Walikota, tempatnya rame tetapi banyak saingan. Pemain besar dan lama sudah banyak berdiri disitu, warung nasi baru pak Jono tidak lebih besar dari parkiran mereka.
Akhirnya pak Jono punya dua warung, dan Ali adalah yang bertanggungjawab sebagai lapangannya. Dia merekrut beberapa asisten untuk membantu Ali. Di tempat baru polanya sama, orang yang pernah merasakan masakan Ali yang jadi langganan. Mereka kadang bertanya, itu masakan dari mana kok enak rasanya. Hari demi hari warung berjalan begitu aja, seperti kata pepatah hidup segan matipun enggan. Dan makin hari Ali keliatan sudah tidak semangat malah jadi ngatur seolah dia ahli strategi.
Sampai akhirnya Pak Jono berpikir, ternyata aset yang besar tidak ada artinya jika hanya dipendam. Dan ia pun berpikir pemasaran adalah nomor satu di usaha apapun. Dan benar kata kata yang seperti dalam film cina yang ia sukai, gak boleh ada dua jenderal dalam satu pasukan. Pikir dia capek juga bikin sistem baru ini. Akhirnya dia bangun dan mimpi jadi pengusaha kulinernya terhenti seketika. Dia masih berangan-angan suatu saat nanti mencoba lagi dengan menguatkan sistem yang ia bangun di usaha warung nasinya itu. Sistem yang masih banyak kurangnya dan sambil jalan ia akan belajar yang kurangnya. Pak Jono merasa ia masih punya PR besar yang belum selesai di bidang perlaukan dan pernasian.
Warung nasi pak Jono yang sempet tenar di perdebatan para dewa langit akhirnya tutup. Warung nasi yang sempat diberi nama Warung Makan Para Dewa. Walau sempet membuat geger dan panas dingin saingan pemain besar. Hal ini berkat kehebatan si Ali dan keberanian pak Jono.
Dan pak Jono pun kembali ke dunianya, dunia sebelumnya jadi insinyur kembali yang sempat beku setahun. Ali sang jenderal dapur pak Jono ilang begitu saja, entah kemana. Mungkin dia menghilang karena malu karena proyeknya gagal. Pak Jono pun gak ambil pusing mikirin hilangnya Ali.
by Erdi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar